Halo!
Semoga kalian belum terlalu bosan menunggu Cangkir edisi bulan ini yang datangnya agak terlambat. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih untuk segala bentuk apresiasi kalian. Untuk kalian yang menyeruput isi Cangkir dengan penghayatan penuh, pun untuk kalian yang mampir secara tidak sengaja, semoga kalian masih semangat menanti kehadiran berbagai edisi Cangkir berikutnya :)


Winasti Rahma Diani


Selamat Ulang Tahun, Mei!


DUDU di Bulan Mei


Sosok Kartini Masa Kini


Halo, halo, halo… J Meskipun bulan April telah lewat, inget gak kalo ada hari penting di bulan April ini? Yap, di bulan April, ada hari Kartini! Hari Kartini jatuh pada tanggal 21 April. Nah, dalam rangka hari Kartini, Cangkir akan menampilkan sosok Kartini masa kini yang dekat dengan anak-anak IKSI. Dia adalah… Bu Riris! Ketua Dewan Guru Besar FIB UI yang bernama lengkap Riris K. Toha-Sarumpaet ini, menurut Cangkir, bener-bener mencerminkan Kartini masa kini. Beliau begitu peduli dengan kaum wanita dan anak-anak. Beliau juga sosok yang bijaksana dan berani menentang segala penindasan yang dilakukan orang-orang dzalim! Huehehe beliau memang sosok wanita yang menganggumkan. Yuk, simak hasil wawancara Cangkir dengan Bu Riris!


Bu Riris sangat menghargai tokoh Kartini, loh. Kartini dengan bukunya Habis Gelap Terbitlah Terang menjadi sumber semangat bagi wanita Indonesia. Ia seakan mendorong wanita Indonesia agar tidak diam saja dan ikut membangun bangsa Indonesia! Dalam bukunya, ia menuliskan nasib wanita yang mengalami penindasan oleh kaum lelaki. Walaupun Bu Riris merasa Kartini sengaja ditokohkan oleh Belanda pada masa itu, toh Kartini memang punya pengaruh yang besar. Buktinya, pemerintah sampai sengaja menetapkan tanggal 21 April sebagai hari Kartini. Yang jelas, sosok Kartini membuat anak-anak senang karena setiap tanggal 21 April, anak-anak berdandan cantik dengan baju daerahnya untuk merayakan hari Kartini. Jadi inget zaman SD deeeeh hihi.

Menurut Bu Riris, Kartini ikut menyumbangkan pemikiran emansipasi wanita.  Lalu, apa pendapat Bu Riris tentang emansipasi itu ya? Menurutnya, emansipasi adalah sikap untuk menghargai sesama manusia, entah itu kepada wanita, kepada orang yang lebih tua, ataupun kepada teman-teman. Emansipasi tidak menomorsatukan wanita, tapi lebih kepada sikap untuk menyayangi semua manusia. Tidak ada istilah ladies first, yang jelas, jika seseorang itu baik dan memiliki hati nurani, dia pasti akan mengalah dan menghargai wanita.Tuhan memberikan tenaga dan otot-otot kepada lelaki agar bisa menjaga dan melindungi wanita dan Tuhan memberikan kelembutan dan kecantikan kepada wanita untuk mendampingi lelaki. Wanita jangan merasa ingin menjadi yang utama dan nomor satu, wanita harus berdampingan dan saling menghargai dengan laki-laki.  Widih, setuju banget nih sama Bu Riris!  J

Wanita yang merasa lebih baik dan menindas laki-laki inilah yang Bu Riris sayangkan. Emansipasi dianggap sebagai sikap yang menganggap wanita yang terbaik dan tidak membutuhkan laki-laki. Wanita jadi sibuk merias diri, memperkaya diri sendiri, dan mengejar semua keinginannya tanpa peduli pada sesamanya. Inilah yang disayangkan oleh Bu Riris. Menurutnya, orientasi emansipasi wanita jadi mundur karena ketidakpahaman wanita mengenai emansipasi itu sendiri.

Saat ditanya mengenai wanita yang benar-benar mencerminkan Kartini masa kini, Bu Riris langsung teringat Ibunya sendiri dan Ibu Saparinah Sadli. Saparinah Sadli adalah sosok yang benar-benar peduli dengan nasib wanita, beliau adalah Guru Besar Psikologi UI sekaligus pendiri Program Kajian Wanita. Ingat peristiwa Mei 1998, kan? Banyak wanita yang diperkosa saat itu dan Bu Sap inilah yang membantu wanita-wanita ini. Hebat banget ya!

Lalu, apa sih yang Bu Riris sudah lakukan untuk kaum wanita? Bu Riris langsung speechless dan bilang pertanyaan ini menjebak. Lalu, dengan rendah hati, Bu Riris mengatakan bahwa di setiap seminar dan kuliah yang ia berikan, ia selalu menganjurkan para wanita agar menjadi wanita yang berguna bagi negara dan keluarga.

Wanita harus berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan kelembutan dan kasih sayangnya, wanita bisa ikut membangun bangsa. Jika ada seorang pria yang sukses dan baik, akan selalu ada wanita yang lembut dan sangat baik di sampingnya. Nah, kalau ada laki-laki yang jahat, pasti itu gara-gara istri atau ibunya yang jahat. Laki-laki yang jadi koruptor di Indonesia itu pasti korupsi karena istrinya nuntut macem-macem! Nah loh bisa begitu yaaa :P 

Wah, berarti nasib negara Indonesia sekarang berada di tangan wanita dong? Iya benar! Menurut Bu Riris juga begitu, loh. Makanya, mulai sekarang, yuk jadi wanita yang baik dan jadi Kartini bagi Indonesia! Wawancara dengan Bu Riris benar-benar menyenangkan dan menginspirasi ya? Hihi, terima kasih banyak Bu Riris J J  

Resensi Film: Si Doel Anak Modern


Resensi Film: Si Doel Anak Modern
Menertawakan Modernitas

Pada tanggal 27 Maret 2012 lalu, saya menonton film Si Doel Anak Modern di Subtitle, Dharmawangsa Square. Film tersebut merupakan buah karya sutradara beken Sjuman Djaja pada tahun 1976. Film ini diputar dalam rangka memperingati Bulan film Nasional (BFN) yang bertajuk Sejarah Adalah Sekarang 6. Program ini diselenggarakan oleh Kineforum dan merupakan bagian dari agenda “Kami Membaca Sjuman Djaja.”

Si Doel Anak Modern merupakan film komedi yang berkisah tentang anak Betawi kampung. Doel  yang berada di tengah modernitas terseok-seok karenanya. Begini ceritanya. Doel (Benyamin S.) anak Betawi Bogor yang baru lulus sekolah. Ia  dijodohkan oleh emaknya dengan menyodorkan anak gadis untuk dipilih. Namun, ia selalu menolak. Doel ingin sukses terlebih dahulu, baru berpikir untuk menikah. Doel berencana untuk mengikuti kesuksesan temannya, Sapii (Farouk Afero), seorang  pengusaha jual-beli mobil  di Jakarta. Rencana si Doel dituruti oleh emaknya, tanahnya di daerah Pasar Minggu dijual untuk modal usaha. Sebenarnya, kepergian Doel ke Jakarta, dibarengi pula dengan hasratnya untuk bertemu teman masa kecilnya dan pujaan hatinya, Nonon (Cristine Hakim). Jadilah Doel pergi ke Ibukota demi kedua cita-citanya tersebut.

Di kota, Doel harus menjadi modern untuk bisa bertemu dengan Kristin, nama ngetop Nonon yang telah menjadi peragawati. Jadilah Doel bergaya kriting-kribo dan bersetelan trendi, cerminan anak modern yang juga gaya Achmad ([Ahmad Albar] tunangan Kristin, seorang vokalis band). Ketika Kristin kecewa terhadap Achmad yang selalu selingkuh, Doel selalu kebetulan hadir menghibur. Jadi, ada tarik menarik antara Kristin dengan Achmad; dan Kristin dengan Doel. Doel sebagai pemuda yang naif, menyangka bahwa perlakuan Kristin kepadanya merupakan tanda cinta. Ketika Kristin sedang gundah-gulana, Doel dengan polosnya menyatakan ingin melamarnya. Tanpa sadar, Kristin mengiyakan ajakan tersebut. Alhasil, keesokan harinya, Doel datang beramai-ramai dengan orkes tanjidor demi melamar Kristin. Kristin kaget dan terpaksa menolaknya.   Hal ini membuat Doel gamang, dan akhirnya mengalami kecelakaan ketika mobilnya terperosok ke jurang kali. Akhirnya, di rumah sakit,  Doel kapok dan tidak ingin menjadi modern lagi. Tapi, tiba-tiba datang Kristin, Doel pun menarik perkataannya tersebut dan berlarian menjemput Kristin.

Menonton Si Doel Anak Modern layaknya disuguhi minuman mewah bernama “modern.” Minuman yang amat menyilaukan. Barangsiapa meminumnya, terangkatlah ia dari comberan becek penuh lumpur. Meskipun, lumpur tersebut sebenarnya subur. Itulah modern yang saya tangkap dari film karya Sjuman Djaja ini. Isu tersebut sangat kental teraduk dalam film bergenre komedi.

Modernitas inilah yang nampaknya disorot oleh sang sutradara. Hal ini dapat dilihat dari omelan Doel tentang perilaku orang modern yang seenaknya saja gonta-ganti bini, ngerebut bini orang, berbini banyak, dan berbini muda. Selain itu, muncul pula dalam peristiwa yang Doel alami seperti: Doel mengubah gaya berpakaian, makan steak dan minum bir di Hotel Indonesia, dan mengikuti dansa-dansi ala Barat, meski Doel terlihat kewalahan mengikuti semua itu.

Menurut saya, Sjuman Djaja (melalui film komedi) mengajak penonton untuk menertawakan kemodernan. Akhir kata, menonton film Doel, membuat saya, sebagai manusia yang hidup di abad ke-21,  tersadar: Ternyata saya orang kampung yang sok modern seperti Doel?



Damar Sasongko, Kp. Makassar 2012

Resensi Buku: The Hunger Games


THE HUNGER GAMES

Pengarang: Suzanne Collins
Tebal: 407 halaman
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Words: Dhanny

“Saudara-saudara sekalian, maka dimulailah Hunger Games Ketujuh Puluh Empat!”


Amerika Utara musnah, berganti menjadi Panem yang terdiri dari 12 distrik dan diperintah oleh Capitol. Setiap tahun, Capitol menyelenggarakan Hunger Games, sebuah ritual tahunan yang menjadi pengingat ke-12 distrik untuk tidak berani menentang mereka. Syaratnya sederhana, masing-masing distrik diharuskan mengirim sepasang remaja laki-laki dan perempuan untuk bertarung di sebuah arena dan acara ini ditayangkan secara nasional. Hanya ada satu pemenang. Tujuannya adalah membunuh atau dibunuh.

Ketika nama sang adik, Primrose, terpilih menjadi perwakilan untuk Hunger Games ke-74, Katniss Everdeen maju untuk menggantikan. Namun, yang tidak disangka oleh Capitol adalah bahwa Hunger Games kali ini akan menjadi pertarungan yang tidak akan pernah dilupakan oleh Capitol.

Banyak yang menyamakan The Hunger Games dengan Battle Royale. Namun, kesamaan ini hanya dari bentuk pertarungannya yang mengumpulkan para peserta dalam satu arena untuk kemudian saling membunuh hingga hanya satu yang tersisa. Sementara, dari segi cerita, tema keseluruhan, dan karakterisasi jelas berbeda jauh.

Suzanne Collins sendiri berhasil menyajikan kisah yang menarik dengan karakter yang akan membuat pembaca bersimpati. Ditambah dengan aksi yang menegangkan, rasanya buku ini akan sulit dilepaskan begitu kita mulai membaca halaman pertama. Namun, Collins kurang menyorot perasaan ‘takut mati’ yang seharusnya muncul ketika seseorang dihadapkan pada kenyataan bahwa ia berada di satu arena dengan pilihan membunuh atau dibunuh. Para karakter terasa seperti mengikuti permainan biasa yang hukuman akhirnya hanyalah pulang kembali ke rumah. Namun, kekurangan ini sendiri tidak terlalu mempengaruhi cerita sehingga kita tetap dapat mengikuti jalinan kisahnya.

Buku ini sendiri sudah diadaptasi ke layar lebar dan dirilis 23 Maret 2012. Jennifer Lawrence (X-Men: First Class) berperan sebagai Katniss Everdeen, Josh Hutcherson (Journey 2: The Mysterious Island) sebagai Peeta Mellark, dan Liam Hemsworth (The Last Song) sebagai Gale. 

Tanya & Jawab: Ketua Sasina


Narasumber: Yosepha/Jo (Ketua Sasina, IKSI 2010)

T: Apa kabar nih Jo?
J: Baik.
T: Bagaimana nih perasaannya Jo setelah tahu menjadi ketua Sasina?
J: Sebenernya tidak suka menjabat, jabatan itu pengikat berat. Lebih suka jadi anggota sih.
T: Jadi, Jo setuju-setuju aja nih jadi ketua?
J: Setuju, karena emang suka musik sih.
T: Selama dulu berada di Sasina pernah ngapain aja?
J: Ikut latihan aja, membantu manajer, dan bantu latihan.
T: Hal apa nih yang membuat Jo betah berada di Sasina?
J: Sasina itu wadah, tempat yang asik, kebetulan suka musik. Sasina mewadahi apa yang gue suka.
T: Menurut Jo, apa sih yang membedakan anggota Sasina yang dulu dengan anggota yang baru nih?
J: Kalau anggota-anggota yang dulu sih ikut-ikut aja. Kalau sekarang, mahasiswanya kan banyak dan ada kebutuhan untuk mencari penampil yang baik, jadilah diadakan audisi. Tapi, pada dasarnya tetap sama, ikut-ikut aja. Gue juga belum pernah nampil, tapi ikut-ikut aja.
T: Kalau bicara kualitas nih Jo, ada yang beda gak sih dari anggota lama dan yang baru?
J: Sebenarnya kalau kualitas, tiap generasi punya khas tertentu, kalau dulu orang-orangnya kan ngerti musik, jadi lebih maeng. Bukannya penurunan tapi anggota sekarang harus banyak latihan agar kualitasnya sama. Setiap anggota Sasina punya bakat yang baik.
T: Program kerja Sasina apa aja nih?
J: Rencananya, merampungkan album yang progresnya terhambat. Semoga bisa bikin album lagi. Pengen bikin konser, moga-moga  Tuhan memberkati. Semoga lancar, baik dari segi financial juga.
T: Acara paling dekatnya Sasina apa nih? Yang pastinya latihan rutin ya?
J: Iya, latihan rutin, manggung di ITP, nonton ya..
T: Denger-denger, mau tampil di peluncuran bukunya Diego IKSI 2009 ya?
J:  Iya.
T: Harapan Jo untuk Sasina ke depan apa nih?
J: Harapan buat Sasina semoga bisa lebih baik lagi, program kerja terlaksana dan bisa lebih produktif.
T:  Terima kasih ya Jo atas waktunya. Semoga berhasil buat Sasina.
J: Sama-sama.
 - @hanaflorism -