Mengenang Prof. Dr. A. Teeuw
Indonesia kembali
dirundung duka dengan meninggalnya salah satu tokoh sastra yang sudah banyak
menyumbangkan karya-karyanya di bidang sastra Indonesia, Prof. Dr. A. Teeuw.
Beliau meninggal pada tanggal 18 Mei 2012. Berita duka ini tentunya sangat
mengagetkan kita semua, terutama para murid, kenalan, dan para pembaca
buku-bukunya di Indonesia.
Kesediahan dan ucapan
terima kasih turut serta mengahantarkan kepergiannya. Bagi para peneliti,
kririkus, dan pencinta sastra Indonesia, nama Prof. Dr. A. Teeuw sudah tidak
asing lagi. Ia adalah akademikus dan kritikus sastra Indonesia yang sangat
terkemuka dan sangat berjasa dalam pengembangan studi bahasa dan sastra
Indonesia di Universitas Leiden, Belanda. Belia mengajar di universitas
tersebut selama 27 tahun, yaitu dari tahun 1959-1986. Selama itu pula bahasa
dan sastra Indonesia sangat berkembang dan menggema ke seluruh Indonesia.
Sebagai mahasiswa,
sudah sepantasnya kita menegenang jasa dan pengabdiannya dalam pengembangan
sastra Indonesia. Ucapan terima kasih juga kita ucapkan atas jasa dan
pengabdiannya karena tanpa peran Beliau, sastra Indonesia tidak akan mengalami
perkembangan seperti saat ini.
Andries
"Hans" Teeuw lahir di Gorinchem, Provinsi Zuid-Holland, Belanda, pada
12 Agustus 1921. Beliau meraih gelar doktor di Universitas Utrecht tahun 1946
dengan disertasi berjudul Het Bhomakawya: een Oudjavaans Gedicht. Tahun
1945-1947 A. Teeuw sering berada di Yogyakarta saat cintanya kepada
Bhomakawya mulai mendalam. Setelah
menjadi doktor, ia menjadi dosen tamu di Universitas Indonesia tahun 1950-1951
dan di University of Michingan, Amerika Serikat, tahun 1962-1963.
A. Teeuw telah mengukir
karier akademiknya dengan sangat gemilang. Ia telah menerbitkan lebih dari 150
buku publikasi ilmiah tentang bahasa dan sastra Indonesia (klasik dan modern,
nasional dan daerah, khususnya Jawa, Sunda, dan Melayu), baik yang ditulis
sendiri maupun bersama orang lain. A. Teeuw telah berjasa meletakkan fondasi
kerja sama akademik Indonesia-Belanda di bidang ilmu-ilmu humaniora, khususnya
bahasa dan sastra Indonesia. Banyak kerja sama antara universitas-universitas
di Indonesia dengan Universitas Leiden yang dibuat semasa ia menjadi guru besar
dan ketua jurusan Bahasa-bahasa dan Budaya-budaya Asia dan Oseania di
Universitas Leiden. Lusianan doktor bidang studi bahasa dan sastra Indonesia
telah lahir berkat sumbangan akademiknya.
Pada tahun 1975,
Universitas Indonesia menganugerahinya gelar doktor honoris causa. Sejak terjun
di dunia akademik tahun 1940-an sampai bulan-bulan terakhir sebelum meninggal,
A. Teeuw tidak pernah berhenti berkarya. Bahkan sejak pensiun tahun 1986, ia
tetap produktif menulis. Publikasi terakhirnya (ditulis bersama Willem van der
Molen) adalah sebuah artikel berjudul "A Old Javanese Bhomantaka and its
floridity" yang dipersembahkan untuk Prof. Lokesh Chandra (2011). Beberapa
buku karyanya sudah begitu dikenal oleh para peneliti sastra Indonesia, di
antaranya yaitu Pokok dan Tokoh dalam Kesusastraan Indonesia Baru
(terbit pertama kali dalam bahasa Inggris, 1967; Membaca dan Menilai Sastra (1992);
dan Indonesia antara Kelisanan dan Keberaksaraan (1995). Kamus yang
dieditorinya, kamus Indonesia-Belanda (GPU, 1991), yang merupakan versi
Indonesia dari Indonesisch-Nederlandsch Woordenboek (KITLV Press, 1990),
telah beberapa kali dicetak ulang dan sampai kini menjadi pegangan utama para
penerjemah dan mahasiswa Belanda yang ingin belajar bahasa Indonesia.
A. Teeuw juga telah
menghasilkan beberapa publikasi tentang Pramoedya Ananta Toer dan
karya-karyanya. Bersama mantan muridnya yang kemudian menjadi suksesornya
sebagai profesor bahasa dan sastra Indonesia di Leiden, Henk Maeir, ia gigih
memperkenalkan pengarang terkemuka Indonesia itu dalam wacana akademik
internasional. Lewat uapaya ini mereka berharap Pramoedya akan dinominasikan
sebagai peraih Hadiah Nobel. Namun, sampai akhir hayat yang mempromosikan
maupun yang dipromosikan, harapan tersebut tidak pernah menjadi kenyataan.
Posting Komentar